Nasib orang kadang susah ditebak dan susah disangka, siapa kira, Um yang dulunya siswi pintar, bisa menjadi pekerja seks komersial (PSK) bertarif Rp 350 ribu-500 ribu untuk short time. Semasa duduk di bangku SD dan SMP, sebelum pihak sekolah mengeluarkannya, ia selalu masuk peringkat sepuluh besar di kelasnya. Namun, kecerdasan Um tak mendapat perhatian semestinya. Orangtuanya yang tinggal di Pringsewu, tergolong miskin. Saat pindah ke Bandar Lampung, gadis berusia 17 tahun ini hidup dalam lingkungan yang membuatnya nakal.
Memprihatinkan banyaknya prostitusi melibatkan para pelajar dibawah umur karena alasan ekonomi
Um yang bertubuh kurus itu mengisahkan, sejak ia kecil, kondisi keluarganya sudah tak harmonis. Anak bungsu dari dua bersaudara ini menceritakan, sewaktu kelas III SD di Pringsewu, ayah dan ibunya kerap bertengkar. Suatu ketika seusai pertengkaran hebat, ayahnya meninggalkan rumah dan tak tahu ke mana perginya. Bahkan, Um mengaku tidak begitu ingat seperti apa rupa ayahnya. “Saya tidak ingat lagi. Ibu cuma bilang kalau ayahnya sudah pergi dan tidak kembali,” katanya kepada Tribun.
Masalah keluarga tersebut sedikit banyak mengganggu studinya. Setelah pertengkaran yang membuat ayahnya pergi, Um yang sejak kelas I sampai III SD selalu ranking satu, merosot menjadi ranking dua saat kelas IV. “Mulai kelas IV sampai kelas VI, kadang saya menjadi juara kelas, atau nomor dua, atau nomor tiga. (Ranking menurun) karena kepikiran kondisi keluarga,” tutur Um.
Setelah lulus SD, sang ibu menitipkan Um kepada bibinya di Bandar Lampung. Ini karena ibunda Um terbentur masalah ekonomi, sehingga tak sanggup menyekolahkannya ke jenjang SMP. Akhirnya, Um pun tinggal di Bandar Lampung. Di Kota Tapis Berseri, Um sekolah di salah satu SMP Negeri favorit. Ketika mengenyam pendidikan di SMP Negeri ternama itu, Um cukup disegani karena berotak encer. Mulai kelas I sampai pertengahan kelas II, Um selalu masuk peringkat sepuluh besar di kelasnya.
Saat kelas II, Um mulai kenal bolos sekolah. Sebab, ia terkadang merasa agak terkekang. Saking seringnya bolos, Um lalu dipanggil pihak sekolah untuk diperingatkan. Meski begitu, perempuan berambut sebahu ini tidak kapok. Ia malah kerap bolos sekolah, meski hanya untuk nongkrong di tempat hiburan. Terakhir, ia dikeluarkan dari sekolah sekitar 2007. Karena tidak bersekolah, Um berpikiran untuk mencari kerja, tetapi tidak pernah dapat.
“Saya lalu diajak menjadi PSK oleh Tati, teman nongkrong. Saya memang tahu, dia sudah lama jadi PSK, walaupun masih sekolah. Karena tidak tahu lagi harus bagaimana, saya terima saja,” tutur Um. Um menceritakan, laki-laki hidung belang yang kali pertama ia layani ialah seorang mahasiswa dari perguruan tinggi setempat. Laki-laki itu ia kenal melalui teman yang menawarinya pekerjaan tersebut.
Ketika itu, Um mendapat bayaran besar, mencapai Rp 1,5 juta. Ini setelah ia mengaku masih perawan, belum pernah melakukan hubungan intim. Dalam perjalanan ‘profesinya’ hingga sekarang, Um mematok Rp 350 ribu-500 ribu untuk short time. “Tapi jangan menghakimi saya. Bagaimanapun juga, saya tidak mau bekerja seperti ini. Keadaan yang memaksa. Kalau sudah punya banyak uang, mau buka warung, dan pekerjaan ini akan saya tinggalkan,” tutupnya.
Memprihatinkan banyaknya prostitusi melibatkan para pelajar dibawah umur karena alasan ekonomi
Um yang bertubuh kurus itu mengisahkan, sejak ia kecil, kondisi keluarganya sudah tak harmonis. Anak bungsu dari dua bersaudara ini menceritakan, sewaktu kelas III SD di Pringsewu, ayah dan ibunya kerap bertengkar. Suatu ketika seusai pertengkaran hebat, ayahnya meninggalkan rumah dan tak tahu ke mana perginya. Bahkan, Um mengaku tidak begitu ingat seperti apa rupa ayahnya. “Saya tidak ingat lagi. Ibu cuma bilang kalau ayahnya sudah pergi dan tidak kembali,” katanya kepada Tribun.
Masalah keluarga tersebut sedikit banyak mengganggu studinya. Setelah pertengkaran yang membuat ayahnya pergi, Um yang sejak kelas I sampai III SD selalu ranking satu, merosot menjadi ranking dua saat kelas IV. “Mulai kelas IV sampai kelas VI, kadang saya menjadi juara kelas, atau nomor dua, atau nomor tiga. (Ranking menurun) karena kepikiran kondisi keluarga,” tutur Um.
Setelah lulus SD, sang ibu menitipkan Um kepada bibinya di Bandar Lampung. Ini karena ibunda Um terbentur masalah ekonomi, sehingga tak sanggup menyekolahkannya ke jenjang SMP. Akhirnya, Um pun tinggal di Bandar Lampung. Di Kota Tapis Berseri, Um sekolah di salah satu SMP Negeri favorit. Ketika mengenyam pendidikan di SMP Negeri ternama itu, Um cukup disegani karena berotak encer. Mulai kelas I sampai pertengahan kelas II, Um selalu masuk peringkat sepuluh besar di kelasnya.
Saat kelas II, Um mulai kenal bolos sekolah. Sebab, ia terkadang merasa agak terkekang. Saking seringnya bolos, Um lalu dipanggil pihak sekolah untuk diperingatkan. Meski begitu, perempuan berambut sebahu ini tidak kapok. Ia malah kerap bolos sekolah, meski hanya untuk nongkrong di tempat hiburan. Terakhir, ia dikeluarkan dari sekolah sekitar 2007. Karena tidak bersekolah, Um berpikiran untuk mencari kerja, tetapi tidak pernah dapat.
“Saya lalu diajak menjadi PSK oleh Tati, teman nongkrong. Saya memang tahu, dia sudah lama jadi PSK, walaupun masih sekolah. Karena tidak tahu lagi harus bagaimana, saya terima saja,” tutur Um. Um menceritakan, laki-laki hidung belang yang kali pertama ia layani ialah seorang mahasiswa dari perguruan tinggi setempat. Laki-laki itu ia kenal melalui teman yang menawarinya pekerjaan tersebut.
Ketika itu, Um mendapat bayaran besar, mencapai Rp 1,5 juta. Ini setelah ia mengaku masih perawan, belum pernah melakukan hubungan intim. Dalam perjalanan ‘profesinya’ hingga sekarang, Um mematok Rp 350 ribu-500 ribu untuk short time. “Tapi jangan menghakimi saya. Bagaimanapun juga, saya tidak mau bekerja seperti ini. Keadaan yang memaksa. Kalau sudah punya banyak uang, mau buka warung, dan pekerjaan ini akan saya tinggalkan,” tutupnya.
hmm.. kasian juga mendengar kisahnya...
BalasHapus___No Comment__(T_T)__
BalasHapus